Senin, 01 Oktober 2012

PAMERAN SENI RUPA FESTIVAL BULAN PURNAMA MAJAPAHIT 2012 "ANJANG SONO YOGJO MOJOKERTO"





          Terlalu disiplin, itulah yang kurasakan ketika mengunjungi acara ini. Datang di tempat pameran pukul 17.30 WIB, padahal pembukaan acara pukul 19.00 WIB. Hal itu ku lakukan karena memang jarak yang ditempuh dari rumahku lumayan jauh dan yang paling penting aku harus mencari lokasi itu terlebih dahulu ke orang-orang yang ada di pinggir jalan karena ketidak tahuanku mengenai lokasi Padepokan Selo Adji yang beralamatkan di Jln. Raya Watesumpak 11 Trowulan, Mojokerto. Dari kedisiplinanku tadi ada juga nilai lebih yang kurasakan, karena tempat pamerannya terbuka aku bisa bebas motret karya satu per satu tanpa terhalang banyak orang sebelum akhirnya lampu yang menerangi tempat pameran dimatikan oleh pihak panitia. Alhamdulillah ya,,,,,
           Dari semua teman dekat yang ku SMS untuk ku ajak kesana ternyata hasilnya nihil, mereka tidak bisa semua dan alhasil aku berangkat seorang diri #ngenes. Walaupun seorang diri, disana jumlah pengunjung terbilang banyak sampai-sampai membludak gak karuan (lebay). Pengunjung cukup variatif, mulai dari yang muda (kisaran SMP) sampai yang tua-tua semua menjadi satu. Dalam acara pembukaan terdapat penampilan band-band lokal yang unjuk kebolehan.

Salah satu band pembuka dalam pameran Anjang Sono

Jumlah pengunjung yang hadir dalam pembukaan pameran, belum termasuk
penonton yang ada di samping kanan, kiri dan belakang loh

Para seniman yang mengikuti pameran Anjang Sono

Padepokan Selo Adji tampak depan yang ramai dikerubuti pengunjung pameran


          Foto diatas adalah foto suasana ketika pembukaan berlangsung, dari pada berlama-lama dan saya capek ngetiknya yuk kita lihat langsung karya-karya yang dipamerkan di acara pameran Anjang Sono Yogjo Mojokerto yang di pelopori oleh banyak seniman besar seperti Putu Sutawijaya, Nasirun, dll.
 

Judul : Nyi Roro Kidul
Karya : Nasirun
Ukuran : Variable
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2010


Judul : Prototype Human Skull
Karya : I Nyoman Darya
Ukuran : 60 x 50 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2012

Judul : Pura Maos Pahit
Karya : Putu Sutawijaya
Ukuran : 43 x 55 cm
Bahan : Ink on Paper
Tahun : 2012


Judul : Pendekar Gunung Sempu
Karya : Maslihar a.k.a Panjul
Ukuran : 65 x 45 cm
Bahan : Acrilyc & Ballpoint on Canvas
Tahun : 2012


Judul : Low Budget Boy
Karya : Samuel Indratma
Ukuran : Variable
Bahan : Plat Besi & Cat Paint
Tahun : 2012


Judul : Benda
Karya : Yunizar
Ukuran : 84 x 95 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2004


Judul : Candi Wringin Lanang
Karya : Putu Sutawijaya
Ukuran : 76 x 80 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2010

Judul : Homo Mojokertoensis
Karya : Hadi Sucipto
Ukuran : 65 x 80 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2011

Judul : Kaki I
Karya : Feintje Likawati
Ukuran : 35 x 52 cm
Bahan : Pencil on Paper
Tahun : 2012

Judul : Negeri Sejuta Kisah
Karya : Joni Ramlan
Ukuran : 200x 200 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2012

Judul : -
Karya : Pande Ketut Taman
Ukuran : 55 x 80 cm
Bahan : Ink on Paper
Tahun : 2012

Judul : Jejak Situs
Karya : M. Irfan
Ukuran : 90 x 71 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2012

Judul : Minak Jinggo Gugat
Karya : Yuswantoro Adi
Ukuran : 200 x 100 cm
Bahan : Oil on Canvas
Tahun : 2012

Judul : Barong
Karya : I Nyoman Adiana
Ukuran : 46 x 60 cm
Bahan : Acrilyc on Paper
Tahun : 2012

Judul : Kere Munggah Bale
Karya : Bambang Heras
Ukuran :52,5 x 59, 5 cm
Bahan : Acrilyc on Paper
Tahun : 2012

Judul : Klenthings
Karya : Gusar Suryanto
Ukuran : 110 x 126 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2012

Judul : Rainbow Bird
Karya : Dwitarini Armaya
Ukuran : 68 x 102 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2012

Judul : Tercetak
Karya : Ivan Sagito
Ukuran : 78 x 100 cm
Bahan : Acrilyc on Paper
Tahun : 2004

Judul :  He...He...He...
Karya : Romy Setiawan
Ukuran : 80 x 60 cm
Bahan : Pencil on Canvas
Tahun : 2012

Judul : Heru DDH #2
Karya : Kris Budiman
Ukuran : 23 x 30 cm
Bahan : Ink on Paper
Tahun : 2012

Judul : Selamat Menempuh Hidup Baru
Karya : Jumaldi Alfi
Ukuran : 22,5 x 38 cm
Bahan : Acrilyc on Canvas
Tahun : 2001

Judul : Menjadi Pengecut
Karya : Hadi Masoed
Ukuran : 60 x 60 cm
Bahan : Mix Media
Tahun : 2012

Judul : Candi Bajang Ratu
Karya : Syamsul Ma'arif
Ukuran : 50 x 40 cm
Bahan : Pencil & Pastel on Paper
Tahun : 2012

Judul : Potret Cak Edi Karya
Karya : Erwan S & Saikhu
Ukuran : 110 x 126 cm
Bahan : Pencil Colour on Paper
Tahun : 2012

Judul : Ganesha
Karya : Hariyadi Sabar
Ukuran : 60 x 35 x 40 cm
Bahan : Perunggu
Tahun : 2006


Jumat, 07 September 2012

SENIMAN DAN NARKOBA


Oleh: Agus Dermawan T (Majalah Visual Art)


          Kecelakaan maut di kawasan Tugu Tani, Jakarta, pada 22 Januari 2012 silam menewaskan 9 orang sekaligus dan menciderai beberapa orang lainnya. Pengendara mobil itu Afriyani Susanti, 29 tahun. Dari pengusutan teridentifikasi bahwa Afriyani tatkala menyetir sedang dalam keadaan mabuk karena mengonsumsi minuman keras dan narkoba. Dalam penelitian lanjut diketahui bahwa Afriyani pernah kuliah di institut kesenian paling terkenal di Jakarta. Disimak dari latar belakang pendidikan, bisa disimpulkan bahwa Afriyani adalah seniman, calon seniman atau pekerja kesenian.
          Tentu tidak ada hubungan antara seniman dengan kecelakaan di jalanan. Apalagi statistik menulis bahwa nyaris tidak ada keterlibatan seniman dalam begitu banyak kejadian di jalan raya. Namun ketika seniman dihubungkan dengan narkoba, realitas menunjukkan betapa “persekutuan” seniman dengan zat adiktif psikotropika itu ada, dengan fakta yang ribuan jumlahnya.
          Tentu tidak sedikit seniman Indonesia yang dalam hidupnya bersih dari narkoba. Pelukis Srihadi Soedarsono, sastrawan Goenawan Moehamad, pematung Amrus Natalsyah, penyanyi Titiek Puspa, musikus Addie MS misalnya. Tetapi tidak terbilang seniman yang mengaku bahwa sukses keseniannya justru melalui momen ekstase kala mengonsumsi narkoba karena momen itu dianggap bisa menumbuhkan ilham, melahirkan inspirasi dalam penciptaan, menambah keberanian, menggandakan percaya diri dan mencairkan fantasi. Alhasil narkoba bagi jagad kesenimanan diposisikan dari bagian kehidupan. Meski diyakini pendapat itu keliru, dari zaman ke zaman momen ekstase seperti itu terus saja diburu.
          Kita sudah seringkali menerima berita ihkwal penggunaan narkoba oleh kalangan seniman dan pekerja seni. Dari musikus yang baru tumbuh, pemain sinetron muda belia, bintang film setengah baya sampai penyanyi rock yang sudah punya cucu. Diiringi hebohnya kasus gaya selebriti mereka akhirnya dihukum. Namun hukuman itu dianggap hanya sebagai bagian dari kesialan (kenapa mereka ketahuan) dan bukan sebagai ganjaran hasil penerapan undang-undang.
          Yang perlu disesalkan, ada sebagian masyarakat yang mengamini persekutuan seniman dengan obat-obatan jahat ini. Alasannya, yang dibutuhkan dari seniman adalah ciptaannya. Dengan begitu, apa dan bagaimana cara ciptaan itu dimunculkan adalah urusan seniman. Walaupun bila diketahui ciptaan itu lahir dari momen ekstase. Bahkan apabila karya seniman itu mencapai nilai tinggi, apalagi diterima baik di pasar, kehidupan si seniman disarankan untuk tidak berubah dan kehidupan ganjilnya dipelihara.
          Penjunjungan seperti ini biasanya diterima saja oleh publik umum. Masalahnya, seniman dari awal diangkat sebagai manusia yang memiliki karunia khusus, ex speciali gratia atau orang langkah yang bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dikerjakan oleh orang lain. Suatu hal yang mengangkat seniman pada level in summa gradu (derajat amat tinggi) seperti jadi anggota kerajaan, pendamping raja atau penasehat kaisar pada zaman dahulu. Karena itu seniman boleh melewati jalan apa saja sekehendak hatinya. Anggapan seperti ini bukan muncul dalam dua puluh atau lima puluh tahun belakangan. Penyair Wang Wei yang hidup pada era dinasti Tang belasan abad lampau bahkan sudah masuk ke wilayah fatamorgana itu.
          Namun tradisi minum dan ngeboat baru terekspos terang-terangan pada pertengahan abad 19, ketika seni modern bangkit di Eropa Barat, mengikuti ekor gelombang Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Individualisme yang tumbuh kala itu mengajak para seniman untuk berpacu sekuat tenaga mencapai prestasi. Berpuluh tahun kemudian gaya hidup ngeboat menjalar ke Amerika, dengan ikon aktris Marilyn Monroe, pemusik Jimi Hendrix, pelukis Basquiat, pemeran Charlie’s Angels Drew Barrymore dan juga Whitney Houston, penyanyi legendaris yang pada 12 februari kemarin mendadak wafat di Hotel Beverly Hilton, Los Angeles. Spirit “oleng-kemoleng” mereka jadi panutan seniman Indonesia sekarang. Spirit yang menjanjikan karya istimewa, tapi memastikan mati muda.

Pelukis Jean Michel Basquiat, merupakan salah satu seniman sukses
dari Amerika yang memakai obat-obatan terlarang selama hidupnya
dan berujung pada kematian di usia muda

          Untungnya seniman ditakdirkan lahir sebagai makhluk baik. Seniman tidak korupsi, tidak menipu, tidak nyolong dan tidak berbohong. Naluri seniman selalu berada di ranah kebenaran. Seniman selalu berhasrat menyenangkan orang. Seniman siap untuk kaya, tetapi tidak takut miskin. Seniman itu hakikatnya berhati polos (sampai kadang dikibuli, diperalat dan dikambing-hitamkan pihak lain). Dengan begitu, telernya seniman pun dianggap tidak membahayakan. Bahkan setiap ulah seniman kemudian diapresiasi dengan kata “unik” atau “maklum seniman”. Setiap perilakunya yang aneh diberi judul “nyentrik”, eksentrik atau sekedar di luar lingkaran kewajaran.
          Hati baik seniman memang telah teruji berpuluh abad. Dari era Homerus di Yunani abad 8 SM sampai zaman seni kontemporer di kota-kota besar di Indonesia. Di Yogyakarta ada seorang seniman yang tubuhnya penuh tato dan rambutnya gimbal mirip Bob Marley. Seniman ini pernah mabuk berat sehingga ditangkap dan dipukuli polisi sampai giginya rompal (hancur). Namun ia tidak pernah dendam kepada siapa pun. “Mabuk saya untuk saya sendiri”, katanya.
          Ia pun berkarya dalam mabuknya itu. Karya yang bagus dipamerkan untuk dijual dan uangnya sering disumbangkan untuk yang memerlukan. Ia pernah mengamen semalaman di Malioboro dengan gitar elektrik yang kabelnya sengaja diputus. Ia menyanyi sebisanya, diiringi gitar yang tentu saja tak mengeluarkan bunyi apa-apa. Pentas ini tentu saja menarik perhatian sehingga ia mendapat banyak uang dan seluruh uang itu lalu disumbangkan kepada para pengamen betulan di sepanjang jalan.

Sosok Bob Sick, seniman asal Yogyakarta yang tubuhnya
penuh tato dan berambut gimbal

          Penyanyi rock Bob Geldof dari Irlandia bukanlah lelaki yang steril dari dunia mabuk, namun rasa kemanusiannya sangat tinggi. Pada suatu kali ia mengumpulkan para pemusik top seluruh dunia (yang sebagian besarnya juga suka teler) untuk membuat rekaman “Band Aid”. Album itu dijual dan seluruh hasilnya sebanyak 60 juta pounsterling disumbangkan untuk bencana kelaparan di Ethiopia. Ironisnya, album kemanusiaan itu justru dibajak habis-habisan di Indonesia yang berpancasila pada 1987 dan menghadiahkan rasa malu Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumatmaja. Kebaikan seniman diakui oleh banyak orang, sayangnya Si Baik selama ini masih sering bersekutu dengan obat-obat jahat yang bikin semaput.
          Tragedi penabrakan yang dilakukan “seniman” Afriyani bagus apabila dijadikan momentum pemberantasan narkoba dalam tubuh masyarakat. Sekaligus tepat untuk dijadikan titik berangkat pembersihan narkoba dari dunia kesenimanan Indonesia. TANPA NARKOBA, SENIMAN JUGA BISA BERJAYA…!!!
Amien ya Allah…

SUMBER FOTO

Kamis, 06 September 2012

LUKISAN SELOTIP MARK KHAISMAN





          Selotip adalah alat yang berbentuk seperti pita dengan perekat di salah satu sisinya. Selotip berfungsi untuk menggabungkan dua benda agar bisa menyatu, namun tidak semua benda dapat digabungkan dengan alat ini. Hanya benda tipis dan ringan lah yang bisa digabungkan dengan alat ini. Selotip ada yang berwarna hitam (lakban), cokelat, bening dan juga ada yang berwarna-warni dengan motif yang beragam. Yaps, itulah pengertian singkat mengenai selotip versi saya sendiri
          Ngomong-ngomong soal selotip, siapa sangka barang yang sederhana ini ditangan seorang seniman dapat disulap menjadi lukisan yang unik. Penasaran siapa senimannya?? Seniman itu bernama Mark Khaisman, ia dilahirkan di Kiev, Ukraina pada tahun 1958. Oleh Mark Khaisman, selotip bening atau translucent tape ditempelkan pada kaca plexigas. Tebal tipisnya selotip yang ditempelkan akan mempengaruhi gradasi warna pada lukisan yang dibuatnya. Semakin tebal selotip warna yang dihasilkan akan menjadi lebih gelap. Hebatkan idenya???
          Seniman yang menempuh pendidikan di Moscow Architectural Institut pada tahun 1982 ini mendisplay karyanya dengan memberi lampu sorot di belakang kaca plexigas untuk menjadikan objek pada lukisan itu nampak. Tanpa lampu sorot, objek yang telah dibuatnya tidak akan terlihat alias kabur (mungkin seperti tempelan selotip biasa). Objek-objek yang ada pada lukisannya adalah adegan-adegan dari beberapa film favorit, walaupun ada juga objek lain yang dibuatnya. Daripada penasaran mending kita lihat langsung karya-karya seniman yang bernama Mark Khaisman. (Monggo….)


Masih terlihat selotipnya kan?? Ya beginilah proses melukisnya













Display karya dengan sorotan lampu untuk memperjelas objek
pada lukisan

Sosok Mark Khaisman


          Gimana?? Cukup menarik kan lukisan karya Mark Khaisman. Nah, disini dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang terkadang kita anggap (benda) biasa dapat menjadi luar biasa dan berharga mahal asalkan kita mau bereksperimen terhadap benda tersebut. Mencoba dan terus mencoba adalah kuncinya.
Seni Suka Suka

Sumber Foto


Senin, 03 September 2012

PAMERAN HOMO LUDENS #3 DI EMMITAN CA GALLERY SURABAYA

Pameran Homo Ludens #3 di Emmitan CA Gallery Surabaya


          Mendapat informasi melalui SMS dari teman mengenai pameran di Emmitan CA Gallery dengan tajuk “Homo Ludens #3” membuatku cukup penasaran. Tanpa pikir panjang langsung kucari informasi melalui jejaring Facebook untuk mengakuratkan info dari teman dan ternyata pameran tersebut diikuti oleh seniman-seniman ternama saat ini seperti; Nasirun, Agung Tato, Agus Cahaya, Djoeari Soebardja, Entang Wiharso, Heri Dono, I Made Djirna, Isa Ansori, Mella Jaarsma, At Sitompul, dll. Bagi kalian yang update tentang dunia kesenirupaan pasti tahu (minimal) salah satu diantara mereka.
          Acara pembukaan pameran berlangsung jam 7 malam, namun aku dan temanku Anggi Heru bersiap berangkat jam 5 sore karena saking semangatnya juga karena takut terkena macet. Semangat kita berhenti di tengah jalan karena ban bocor. Yaappss,,, ban bocor yang dimungkinkan karena kelebihan berat badan penumpang sehingga tambalan ban yang lama terkelupas.
          Waktu mulai menunjukkan jam 6 petang, ban motor sudah ditambal dan motor pun sudah bisa digunakan lagi. Tanpa basa-basi temanku langsung memacu motor dengan kecepatan tinggi agar tidak terlambat, takutnya kalau terlambat kita bakal tidak mendapat katalog pameran karena kehabisan. Semua dugaan kita meleset, kita sampai dilokasi jam setengah tujuh malam, dimana para undangan masih sepi. Kita asyik ngobrol dan bertemu teman sesama penggiat seni disana. Setelah pintu gallery dibuka, lagi-lagi dugaan kita meleset karena pameran ini tanpa katalog. Perasaan menyesal memang ada, sebab pameran ini merupakan event besar tapi kok tanpa katalog pameran. Perasaan menyesal terhapus karena konsumsi pada acara tersebut cukup membuat perut kenyang yakni Soto Madura,,mantabb gan..!!!
          Itu tadi adalah cerita singkat sebelum dan setelah berada di Emmitan CA Gallery. Sekarang ayo kita lihat sedikit dokumentasiku ketika berada di acara pembukaan pameran tersebut yang cukup ramai oleh pengunjung baik tua maupun muda.

Suasana pembukaan pameran yang dibuka oleh seorang jurnalis
bernama Rully Anwar

Karya Entang Wiharso berjudul "Interfere Don't Be Afraid
With Your Desire" berukuran 180 x 230 cm dengan media
aluminium caste

Karya Gusmen Heriadi berjudul "Estetika Makna"
berukuran 145 x 145 cm dengan media acrylic on canvas

Karya Isa Ansori berjudul "Tanpa Suara Tanpa Kata Kata"
berukuran 150 x 200 cm dengan media acrylic on canvas

Karya Soni Irawan berjudul "Masquerade Party" berukuran 130 x 280 cm
dengan media acrylic, paint marker, oilbar on canvas

Karya Djoeari Soebardja berjudul "Benang Merah Kehidupan"
berukuran 140 x 195 cm dengan media oil on canvas

Karya Nasirun, maaf lupa keterangannya..he he he...

Karya Guntur Songgolangit berjudul "Transaksi" berukuran 150 x 200 cm
dengan media acrylic on canvas

Karya Wayan Kun Adyana berjudul Gincu (kiri) dan Kupu-kupu (kanan)
berukuran 164 x 140 cm dengan media acrylic on canvas

Lagi serius mengapresiasi karya seniman Joko Pramono

Lagi asik-asiknya mengamati karya..uhuuyyy...

Temenku Anggi Heru S lagi numpang narsis di depan salah satu
karya seniman yang berpameran di Emmitan CA Gallery

Numpang narsis dengan foto bareng seniman Djoeari Soebardja
dan karyanya