Jumat, 07 September 2012

SENIMAN DAN NARKOBA


Oleh: Agus Dermawan T (Majalah Visual Art)


          Kecelakaan maut di kawasan Tugu Tani, Jakarta, pada 22 Januari 2012 silam menewaskan 9 orang sekaligus dan menciderai beberapa orang lainnya. Pengendara mobil itu Afriyani Susanti, 29 tahun. Dari pengusutan teridentifikasi bahwa Afriyani tatkala menyetir sedang dalam keadaan mabuk karena mengonsumsi minuman keras dan narkoba. Dalam penelitian lanjut diketahui bahwa Afriyani pernah kuliah di institut kesenian paling terkenal di Jakarta. Disimak dari latar belakang pendidikan, bisa disimpulkan bahwa Afriyani adalah seniman, calon seniman atau pekerja kesenian.
          Tentu tidak ada hubungan antara seniman dengan kecelakaan di jalanan. Apalagi statistik menulis bahwa nyaris tidak ada keterlibatan seniman dalam begitu banyak kejadian di jalan raya. Namun ketika seniman dihubungkan dengan narkoba, realitas menunjukkan betapa “persekutuan” seniman dengan zat adiktif psikotropika itu ada, dengan fakta yang ribuan jumlahnya.
          Tentu tidak sedikit seniman Indonesia yang dalam hidupnya bersih dari narkoba. Pelukis Srihadi Soedarsono, sastrawan Goenawan Moehamad, pematung Amrus Natalsyah, penyanyi Titiek Puspa, musikus Addie MS misalnya. Tetapi tidak terbilang seniman yang mengaku bahwa sukses keseniannya justru melalui momen ekstase kala mengonsumsi narkoba karena momen itu dianggap bisa menumbuhkan ilham, melahirkan inspirasi dalam penciptaan, menambah keberanian, menggandakan percaya diri dan mencairkan fantasi. Alhasil narkoba bagi jagad kesenimanan diposisikan dari bagian kehidupan. Meski diyakini pendapat itu keliru, dari zaman ke zaman momen ekstase seperti itu terus saja diburu.
          Kita sudah seringkali menerima berita ihkwal penggunaan narkoba oleh kalangan seniman dan pekerja seni. Dari musikus yang baru tumbuh, pemain sinetron muda belia, bintang film setengah baya sampai penyanyi rock yang sudah punya cucu. Diiringi hebohnya kasus gaya selebriti mereka akhirnya dihukum. Namun hukuman itu dianggap hanya sebagai bagian dari kesialan (kenapa mereka ketahuan) dan bukan sebagai ganjaran hasil penerapan undang-undang.
          Yang perlu disesalkan, ada sebagian masyarakat yang mengamini persekutuan seniman dengan obat-obatan jahat ini. Alasannya, yang dibutuhkan dari seniman adalah ciptaannya. Dengan begitu, apa dan bagaimana cara ciptaan itu dimunculkan adalah urusan seniman. Walaupun bila diketahui ciptaan itu lahir dari momen ekstase. Bahkan apabila karya seniman itu mencapai nilai tinggi, apalagi diterima baik di pasar, kehidupan si seniman disarankan untuk tidak berubah dan kehidupan ganjilnya dipelihara.
          Penjunjungan seperti ini biasanya diterima saja oleh publik umum. Masalahnya, seniman dari awal diangkat sebagai manusia yang memiliki karunia khusus, ex speciali gratia atau orang langkah yang bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dikerjakan oleh orang lain. Suatu hal yang mengangkat seniman pada level in summa gradu (derajat amat tinggi) seperti jadi anggota kerajaan, pendamping raja atau penasehat kaisar pada zaman dahulu. Karena itu seniman boleh melewati jalan apa saja sekehendak hatinya. Anggapan seperti ini bukan muncul dalam dua puluh atau lima puluh tahun belakangan. Penyair Wang Wei yang hidup pada era dinasti Tang belasan abad lampau bahkan sudah masuk ke wilayah fatamorgana itu.
          Namun tradisi minum dan ngeboat baru terekspos terang-terangan pada pertengahan abad 19, ketika seni modern bangkit di Eropa Barat, mengikuti ekor gelombang Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Individualisme yang tumbuh kala itu mengajak para seniman untuk berpacu sekuat tenaga mencapai prestasi. Berpuluh tahun kemudian gaya hidup ngeboat menjalar ke Amerika, dengan ikon aktris Marilyn Monroe, pemusik Jimi Hendrix, pelukis Basquiat, pemeran Charlie’s Angels Drew Barrymore dan juga Whitney Houston, penyanyi legendaris yang pada 12 februari kemarin mendadak wafat di Hotel Beverly Hilton, Los Angeles. Spirit “oleng-kemoleng” mereka jadi panutan seniman Indonesia sekarang. Spirit yang menjanjikan karya istimewa, tapi memastikan mati muda.

Pelukis Jean Michel Basquiat, merupakan salah satu seniman sukses
dari Amerika yang memakai obat-obatan terlarang selama hidupnya
dan berujung pada kematian di usia muda

          Untungnya seniman ditakdirkan lahir sebagai makhluk baik. Seniman tidak korupsi, tidak menipu, tidak nyolong dan tidak berbohong. Naluri seniman selalu berada di ranah kebenaran. Seniman selalu berhasrat menyenangkan orang. Seniman siap untuk kaya, tetapi tidak takut miskin. Seniman itu hakikatnya berhati polos (sampai kadang dikibuli, diperalat dan dikambing-hitamkan pihak lain). Dengan begitu, telernya seniman pun dianggap tidak membahayakan. Bahkan setiap ulah seniman kemudian diapresiasi dengan kata “unik” atau “maklum seniman”. Setiap perilakunya yang aneh diberi judul “nyentrik”, eksentrik atau sekedar di luar lingkaran kewajaran.
          Hati baik seniman memang telah teruji berpuluh abad. Dari era Homerus di Yunani abad 8 SM sampai zaman seni kontemporer di kota-kota besar di Indonesia. Di Yogyakarta ada seorang seniman yang tubuhnya penuh tato dan rambutnya gimbal mirip Bob Marley. Seniman ini pernah mabuk berat sehingga ditangkap dan dipukuli polisi sampai giginya rompal (hancur). Namun ia tidak pernah dendam kepada siapa pun. “Mabuk saya untuk saya sendiri”, katanya.
          Ia pun berkarya dalam mabuknya itu. Karya yang bagus dipamerkan untuk dijual dan uangnya sering disumbangkan untuk yang memerlukan. Ia pernah mengamen semalaman di Malioboro dengan gitar elektrik yang kabelnya sengaja diputus. Ia menyanyi sebisanya, diiringi gitar yang tentu saja tak mengeluarkan bunyi apa-apa. Pentas ini tentu saja menarik perhatian sehingga ia mendapat banyak uang dan seluruh uang itu lalu disumbangkan kepada para pengamen betulan di sepanjang jalan.

Sosok Bob Sick, seniman asal Yogyakarta yang tubuhnya
penuh tato dan berambut gimbal

          Penyanyi rock Bob Geldof dari Irlandia bukanlah lelaki yang steril dari dunia mabuk, namun rasa kemanusiannya sangat tinggi. Pada suatu kali ia mengumpulkan para pemusik top seluruh dunia (yang sebagian besarnya juga suka teler) untuk membuat rekaman “Band Aid”. Album itu dijual dan seluruh hasilnya sebanyak 60 juta pounsterling disumbangkan untuk bencana kelaparan di Ethiopia. Ironisnya, album kemanusiaan itu justru dibajak habis-habisan di Indonesia yang berpancasila pada 1987 dan menghadiahkan rasa malu Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumatmaja. Kebaikan seniman diakui oleh banyak orang, sayangnya Si Baik selama ini masih sering bersekutu dengan obat-obat jahat yang bikin semaput.
          Tragedi penabrakan yang dilakukan “seniman” Afriyani bagus apabila dijadikan momentum pemberantasan narkoba dalam tubuh masyarakat. Sekaligus tepat untuk dijadikan titik berangkat pembersihan narkoba dari dunia kesenimanan Indonesia. TANPA NARKOBA, SENIMAN JUGA BISA BERJAYA…!!!
Amien ya Allah…

SUMBER FOTO

Kamis, 06 September 2012

LUKISAN SELOTIP MARK KHAISMAN





          Selotip adalah alat yang berbentuk seperti pita dengan perekat di salah satu sisinya. Selotip berfungsi untuk menggabungkan dua benda agar bisa menyatu, namun tidak semua benda dapat digabungkan dengan alat ini. Hanya benda tipis dan ringan lah yang bisa digabungkan dengan alat ini. Selotip ada yang berwarna hitam (lakban), cokelat, bening dan juga ada yang berwarna-warni dengan motif yang beragam. Yaps, itulah pengertian singkat mengenai selotip versi saya sendiri
          Ngomong-ngomong soal selotip, siapa sangka barang yang sederhana ini ditangan seorang seniman dapat disulap menjadi lukisan yang unik. Penasaran siapa senimannya?? Seniman itu bernama Mark Khaisman, ia dilahirkan di Kiev, Ukraina pada tahun 1958. Oleh Mark Khaisman, selotip bening atau translucent tape ditempelkan pada kaca plexigas. Tebal tipisnya selotip yang ditempelkan akan mempengaruhi gradasi warna pada lukisan yang dibuatnya. Semakin tebal selotip warna yang dihasilkan akan menjadi lebih gelap. Hebatkan idenya???
          Seniman yang menempuh pendidikan di Moscow Architectural Institut pada tahun 1982 ini mendisplay karyanya dengan memberi lampu sorot di belakang kaca plexigas untuk menjadikan objek pada lukisan itu nampak. Tanpa lampu sorot, objek yang telah dibuatnya tidak akan terlihat alias kabur (mungkin seperti tempelan selotip biasa). Objek-objek yang ada pada lukisannya adalah adegan-adegan dari beberapa film favorit, walaupun ada juga objek lain yang dibuatnya. Daripada penasaran mending kita lihat langsung karya-karya seniman yang bernama Mark Khaisman. (Monggo….)


Masih terlihat selotipnya kan?? Ya beginilah proses melukisnya













Display karya dengan sorotan lampu untuk memperjelas objek
pada lukisan

Sosok Mark Khaisman


          Gimana?? Cukup menarik kan lukisan karya Mark Khaisman. Nah, disini dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang terkadang kita anggap (benda) biasa dapat menjadi luar biasa dan berharga mahal asalkan kita mau bereksperimen terhadap benda tersebut. Mencoba dan terus mencoba adalah kuncinya.
Seni Suka Suka

Sumber Foto


Senin, 03 September 2012

PAMERAN HOMO LUDENS #3 DI EMMITAN CA GALLERY SURABAYA

Pameran Homo Ludens #3 di Emmitan CA Gallery Surabaya


          Mendapat informasi melalui SMS dari teman mengenai pameran di Emmitan CA Gallery dengan tajuk “Homo Ludens #3” membuatku cukup penasaran. Tanpa pikir panjang langsung kucari informasi melalui jejaring Facebook untuk mengakuratkan info dari teman dan ternyata pameran tersebut diikuti oleh seniman-seniman ternama saat ini seperti; Nasirun, Agung Tato, Agus Cahaya, Djoeari Soebardja, Entang Wiharso, Heri Dono, I Made Djirna, Isa Ansori, Mella Jaarsma, At Sitompul, dll. Bagi kalian yang update tentang dunia kesenirupaan pasti tahu (minimal) salah satu diantara mereka.
          Acara pembukaan pameran berlangsung jam 7 malam, namun aku dan temanku Anggi Heru bersiap berangkat jam 5 sore karena saking semangatnya juga karena takut terkena macet. Semangat kita berhenti di tengah jalan karena ban bocor. Yaappss,,, ban bocor yang dimungkinkan karena kelebihan berat badan penumpang sehingga tambalan ban yang lama terkelupas.
          Waktu mulai menunjukkan jam 6 petang, ban motor sudah ditambal dan motor pun sudah bisa digunakan lagi. Tanpa basa-basi temanku langsung memacu motor dengan kecepatan tinggi agar tidak terlambat, takutnya kalau terlambat kita bakal tidak mendapat katalog pameran karena kehabisan. Semua dugaan kita meleset, kita sampai dilokasi jam setengah tujuh malam, dimana para undangan masih sepi. Kita asyik ngobrol dan bertemu teman sesama penggiat seni disana. Setelah pintu gallery dibuka, lagi-lagi dugaan kita meleset karena pameran ini tanpa katalog. Perasaan menyesal memang ada, sebab pameran ini merupakan event besar tapi kok tanpa katalog pameran. Perasaan menyesal terhapus karena konsumsi pada acara tersebut cukup membuat perut kenyang yakni Soto Madura,,mantabb gan..!!!
          Itu tadi adalah cerita singkat sebelum dan setelah berada di Emmitan CA Gallery. Sekarang ayo kita lihat sedikit dokumentasiku ketika berada di acara pembukaan pameran tersebut yang cukup ramai oleh pengunjung baik tua maupun muda.

Suasana pembukaan pameran yang dibuka oleh seorang jurnalis
bernama Rully Anwar

Karya Entang Wiharso berjudul "Interfere Don't Be Afraid
With Your Desire" berukuran 180 x 230 cm dengan media
aluminium caste

Karya Gusmen Heriadi berjudul "Estetika Makna"
berukuran 145 x 145 cm dengan media acrylic on canvas

Karya Isa Ansori berjudul "Tanpa Suara Tanpa Kata Kata"
berukuran 150 x 200 cm dengan media acrylic on canvas

Karya Soni Irawan berjudul "Masquerade Party" berukuran 130 x 280 cm
dengan media acrylic, paint marker, oilbar on canvas

Karya Djoeari Soebardja berjudul "Benang Merah Kehidupan"
berukuran 140 x 195 cm dengan media oil on canvas

Karya Nasirun, maaf lupa keterangannya..he he he...

Karya Guntur Songgolangit berjudul "Transaksi" berukuran 150 x 200 cm
dengan media acrylic on canvas

Karya Wayan Kun Adyana berjudul Gincu (kiri) dan Kupu-kupu (kanan)
berukuran 164 x 140 cm dengan media acrylic on canvas

Lagi serius mengapresiasi karya seniman Joko Pramono

Lagi asik-asiknya mengamati karya..uhuuyyy...

Temenku Anggi Heru S lagi numpang narsis di depan salah satu
karya seniman yang berpameran di Emmitan CA Gallery

Numpang narsis dengan foto bareng seniman Djoeari Soebardja
dan karyanya



Minggu, 02 September 2012

SIAPA SENIMAN ITU...???

SIAPA SENIMAN ITU...???
Oleh: Iwan Erfanto


Seniman adalah makhluk yang sulit dimengerti, mereka diluar aturan
Keberadaannya mengganggu tapi dipuji
Suka mencela siapa saja tapi tempatnya luhur dan mulia di dalam peradaban
Mereka sudah terbiasa tidak cocok dengan segala peraturan, ikatan kontrak dan tata tertib dengan orang lain
Mereka sering tidak cocok dengan diri sendiri, memusuhi diri sendiri, memusuhi segalanya
Hidup seniman adalah memasuki dunia amburadul
Mencoba seniman kompromi dengan aturan itu namanya GOBLOK…!!!!
Seniman adalah pemberontak-pemberontak yang lidahnya amat tajam
Mereka berani nekat kalau perlu dan jangan coba-coba melawan mereka karena dunia berpihak kepada mereka
Siapa yang mengganggu SENIMAN akan hangus dimata nasional maupun dunia internasional
Pendeknya….SENIMAN adalah manusia yang tidak umum, aneh, ekstrem dan seenaknya sendiri
Artinya kurang lebih sama dengan BRENGSEK..!!!


          Demikian kira-kira seorang penyair, sutradara dan sastrawan senior Indonesia Putu Wijaya pernah mengungkap siapa sebenarnya seniman itu. Seniman memang makhluk yang sangat misterius dan sangat sulit untuk dipahami jalan pemikirannya, sampai-sampai seorang Putu Wijaya yang notabene juga seniman menyatakan kesimpulan bahwa seniman adalah manusia yang tidak umum, aneh, ekstrem dan seenaknya sendiri. Artinya kurang lebih sama dengan “BRENGSEK”.
          Putu Wijaya dalam bukunya yang berjudul “Sang Teroris Mental” itu mengatakan bahwa seniman adalah manusia brengsek. Kata Brengsek disini tentu saja tidak mengacu pada pengertian negatif yang mungkin mendekatkan pada kesan kriminal atau tindakan asusila. Kata Brengsek adalah sebutan yang lebih vulgar dari seorang seniman yang memang terkenal suka mencela, memprotes, bahkan mengganggu stabilitas sistem masyarakat yang dinilainya tidak benar, sehingga orang-orang yang merasa diganggu ketenangannya dengan karya-karya seniman yang tajam, mengejutkan, mungkin juga mematikan, menyebut seniman sebagai manusia paling brengsek. Benar-benar brengsek….!!! sulit diatur, di padamkan, dibelai dengan materi atau digosok dengan kedudukan. Mengapa..??? Karena seniman adalah makhluk Tuhan yang dibekali kebeningan hati nurani dan kepekaan terhadap lingkungan karena keluhuran budi pekertinya. Oleh sebab itu seniman selalu ingin bebas dalam pikiran maupun tindakan karena mereka selalu berpikir dengan hati dan merasakan dengan otak, kata Jeihan. Kemampuan seperti ini sangat sangat jarang dimiliki oleh orang lain termasuk para seniman sendiri yang mengaku-aku sebagai seniman padahal hanya sebatas dandanannya saja sok seniman; pakaian kumel, jarang mandi, rambut gondrong dan acak-acakan padahal hati dan jiwanya bukan seniman sejati.
          Seorang seniman tidak pernah sombong dan merasa bangga dengan dirinya atau statusnya, karena yang ingin ia tunjukkan bukan penampilan atau perilaku “nyeleneh”nya tapi hanya ungkapan pikiran dan perasaan lewat karya-karyanya saja tidak lebih. Mereka (seniman sejati) bahkan menganggap karyanya jauh lebih berharga dari dirinya sendiri, karena itu terkadang seniman sangat sulit untuk bisa mengurusi dirinya sendiri disebabkan kesibukannya untuk berpikir, berkarya, berkarya dan terus berkarya. Lupa waktu, lupa segalanya, bahkan sampai lupa pada rasa takut karena semangat berkaryanya dianggap sebagai karunia dari Tuhan yang harus selalu diperjuangkan dan dipertahankan bahkan sampai mati kalau perlu. Mereka memang berani untuk itu demi mempertahankan keluhuran hati nuraninya.

Foto bareng seniman S. Teddy Darmawan
di salah satu sudut rumahnya

          Kedahsyatan kekuatan dari karya-karya seorang seniman untuk mempengaruhi, merusak, bahkan menghancurkan tatanan yang sebelumnya dianggap telah mapan dan baku adalah salah satu kelebihan makhluk Tuhan yang paling “seksi” berjuluk seniman ini. Seorang seniman benar-benar telah berjasa dalam membangun dan memelihara akal sehat kolektif masyarakat, sehingga masyarakat yang sebelumnya tidak tahu atau kurang tahu akhirnya menjadi tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang palsu, mana yang biasa saja dan mana yang tidak biasa.
          Mengapa para seniman dapat memainkan peranan sejarahnya sebagai pengawal hati nurani bangsa secara baik dan tepat? Kita tentu tidak bisa serta merta mengatakan bahwa para seniman itu terlahir secara kebetulan saja. Sebab para seniman terlahir dari hasil tempaan lingkungan hidupnya yang membuatnya mampu berpikir ke depan dan melangkah jauh meninggalkan pemikiran orang-orang pada umumnya. Sehingga tak jarang para seniman disebut juga dengan orang yang “gila” atau “mengalami gangguan jiwa” karena perilaku dan pemikirannya yang sulit untuk dipahami dan diluar kebiasaan masyarakat pada umumnya, disebabkan impiannya yang serba jauh terbang melintasi kenyataannya di masanya saat itu. Pikirannya mendalam melebihi seorang filosof sekalipun. Seniman adalah manusia pilihan yang memang dibekali Tuhan untuk mampu memahami keadaan guna melakukan perubahan.

Foto bareng S. Teddy D (bertatto) bersama para crew Art Merdeka
di kediaman S. Teddy D

           Melalui pengamatan dan pengalaman hidupnya, seniman mampu mengasah perasaan dan hati nuraninya yang pada akhirnya akan Ia tularkan kepada siapapun melalui karya-karyanya. Untuk perubahan, pembaharuan dan ketaklaziman dalam hidup, seorang seniman adalah pelopornya.

          Bagi para seniman, hidup adalah kesempatan untuk berkarya dan terus berkarya, mengalir deras bagai air bah, tanpa pamrih ataupun kesombongan diri, berpantang untuk takhluk kepada siapapun kecuali hanya kepada Tuhan. Seniman adalah orang yang terus berproses dalam hidupnya, tak pernah berhenti mencari sesuatu dalam dirinya. Jika seorang seniman telah berhenti berproses dan mencari, maka dia sudah selesai sebagai seorang seniman. Dunia tanpa seniman, sama saja dengan teknologi tanpa seni; kosong, sepi monoton dan kurang berarti.


Foto bareng seniman Tita Rubi (wanita) dan crew
di studio milik Tita Rubi